Wednesday, June 22, 2011

missing

Jakarta, 22 Juni 2011

Hidup tidak selamanya indah. ada kalanya manusia harus berteman dengan airmata dan sakit hati. tapi juga tidak selamanya airmata memberi pedih. rasa kehilangan. bukan selamanya berpisah. suatu saat entah kapan Tuhan pasti akan mempertemukan yang terpisah.

Dalam hidup hanya satu yang paling ku takuti. berpisah. dengan siapa pun. dengan dia yang ku cinta. dia yang ku sayang. mereka yang baik. mereka yang setia. mereka yang peduli. berpisah menyisakan luka. menyakitkan.

Saat bertemu. aku sadar. suatu saat dengan alasan apa pun pasti ada perpisahan. dipisahkan oleh jarak atau pun terpisah karna kematian.
dalam hati yang terdalam. egois memang. enggan bahkan tidak akan pernah mau berpisah. oleh karna dan dengan alasan apa pun. karna bagi ku perpisahan hanya meninggalkan luka. aku yang tidak ingin terluka. hanya tidak ingin merasa sakitnya kesepian.

Kehilangan karna perpisahan itu menyakitkan. menyebalkan. layaknya anak kecil yang memimpikan hujan permen. kosong. hampa. sakit. tapi smua tidak ada yang abadi. smua akan merasakan kehilangan dan sakitnya perpisahan.

Melihat orang lain kehilangan. merasakan sakitnya ditinggal. memahami pedihnya dibuang. mengkhayati hampanya berpisah.
aku sadari itu smua. smua itu bagian dari permainan yang disebut KEHIDUPAN.

Hidup tidak selamanya indah. langit tidak selamanya biru. aku tau itu.
secara teori. aku terima dan aku tau. tapi secara praktiknya !?
aku sulit menerimanya. bahkan tidak mau tau.

Lemah. memang. aku akui aku lemah. tidak dapat dengan ikhlas menerima perpisahan yang terjadi.
egois !?
betul ! ya. aku memang egois. karna tidak mau tau tentang perpisahan.

Coba dengarkan kata hati. bukan tidak terima atau tidak mau tau. tapi aku belum siap dengan apa yang terjadi. dan pada akhirnya hanya dapat menangis sedih.

Aku banyak kehilangan. kehilangan dia yang ku sayang. menangis pun sia-sia.
dia yang telah pergi tidak akan pernah kembali. ku sadari itu.
ku coba terima. butuh waktu memang. dan aku tidak begitu yakin tapi tetap harus MOVE ON.

Apa pun yang terjadi life must go on. tidak ada banyak waktu untuk bersedih yang berlebihan.

waktu yang akan menjawab smua tanya dalam hati. waktu yang akan sembuhkan luka dalam relung. smua sakit dan perihnya kehilangan.
smua airmata akan terbayar dengan kebahagiaan. meski entah kapan.
hanya dapat bersabar. kuat menjalani hidup yang memang tidak pernah adil.
kuat jalani hidup meski dengan sakit hati karna kehilangan.

Tuesday, June 21, 2011

story about life

Jakarta, 21 Juni 2011

Dalam hidup ini terdapat banyak kisah. sedih. senang. kecewa. lucu. seram. menegangkan. dan meski berbeda tapi tujuannya tetap satu. menjadikan manusia menjadi individu yang lebih dewasa. setiap kisah memiliki caranya sendiri untuk menjadikan manusia semakin dewasa. pepatah " roda selalu berputar. terkadang diatas dan terkadang dibawah. " benar adanya. hidup bagaikan gambaran monitor seseorang yang sedang koma. ia dinyatakan tetap hidup jika diagram atau gambaran "denyut" jantungnya berada diatas dan tidak lama lagi berada dibawah atau dengan kata lain naik-turun. maksudnya adalah tidak mungkin selamanya manusia merasakan bahagia dan selamanya merasakan sedih.

Hidup ku penuh dengan warna. warna-warni yang membuat dunia semakin cantik. kisah tentang percintaan. kisah tentang persahabatan. kisah tentang keluarga. bahkan kisah tentang diri sendiri. smua yang ku alamai tidak 100% sama dengan apa yang dialami orang lain. meski sama tapi tetap tidak seluruhnya sama. itu yang menjadikan tiap individu spesial dan berbeda. karna cara menjadi dewasa tiap manusia berbeda.
hidup adalah sekolah yang sesungguhnya. tempat dimana kita belajar. belajar menjadi individu yang lebih baik lagi. sama seperti sekolah pada dasarnya. ada yang saling menjatuhkan. ada yang berpura-pura manis padahal ingin menjatuhkan. ada pula yang tulus tapi tidak pernah dianggap.
aku belajar banyak hal. tidak smua yang ada dihati harus dikatakan. terkadang diam pun bukan emas. smua harus sesuai dan tepat dengan keadaan yang dialami. tapi. apa daya jika " HARUS " diam saat ingin bicara !?

Sampai saat ini aku masih belajar. belajar untuk menjadi apa yang ku inginkan. aku masih mencari. mencari apa yang ku inginkan. apa yang ku inginkan ???
tidak semua orang menyukai apa yang ku inginkan. ku tau itu. yang ku tidak tau hanya bagaimana caranya memberi penjelasan pada mereka kalau inilah yang ku inginkan dalam hidup.

Terkadang. kecewa yang teramat-sangat. protes. bahkan marah. kenapa apa yang ku inginkan selalu ditentang !? tidak boleh melakukan ini dan itu. aku hanya ingin melakukan apa yang ingin ku lakukan. dan aku butuh dukungan.
ku lakukan apa yang ku ingin lakukan untuk *paling tidak mencoba* membahagiakan mereka yang sayang pada ku dan mereka yang ku sayang. tapi kenapa dimata mereka smua selalu salah !?
tidak didukung. bahkan dicemooh dan dihina.

Namun pada akhirnya aku sadar. smua itu hanya ujian. seberapa kuat aku teguh pada keputusan yang sejak awal ku buat. seberapa yakin aku pada mimpi ku. satu lagi yang ku pelajari dalam hidup. " memahami meski tidak sejalan "

Meski pada akhirnya gagal. kegagalan juga memberikan banyak pelajaran. dan paling tidak sudah mencoba melakukan apa yang ku inginkan. satu pelajaran lagi. " menerima meski tidak ingin "

Sebenarnya kegagalan dalam hidup memberikan banyak pelajaran. hanya saja manusia terkadang lebih memilih bersedih dan kecewa dulu lalu baru menyadarinya daripada mencoba menyadarinya tanpa harus bersedih. pelajaran lainnya. " ikhlas meski tidak rela "

Dalam hidup banyak yang bisa dipelajari. bukan hanya dari kisah sendiri. tapi juga kisah orang lain.
berbagai cara dapat ku lakukan. dapat ku contoh dari pengalaman orang lain. mungkin itu kenapa orang tua ku super-amat-sangat cerewet tentang hidup.
ya. positive thinking. mereka tidak ingin aku melakukan apa yang pernah mereka lakukan dulu *dalam arti kegagalan mereka*. mereka tidak ingin aku melakukan kesalahan yang sama dengan yang mereka lakukan dulu. tapi jujur dan tidak dapat ku pungkiri. terkadang aku kesal. bahkan marah dan kecewa.
mereka melarang ku ini dan itu seakan mereka tidak percaya dengan kemampuanku. lagi pula. dunia mereka saat muda berbeda dengan dunia ku sekarang ini. dan kenapa juga mereka tidak membiarkan aku mencoba dan membiarkan aku tau apa yang terbaik bagi ku !?
well. aku tau mereka hanya tidak ingin aku terluka dan tersakiti juga kecewa. mereka ingin yang terbaik bagi ku. tapi apa itu setimpal dengan pelajaran yang ku terima !? apa yang terbaik menurut mereka terbaik menurut ku juga !?

Kalau kata orang, " orang bodoh pun tidak akan jatuh dilubang yang sama untuk kedua kalinya. "
jadi kalau aku jatuh bagaimana mungkin aku ingin jatuh di lubang yang sama untuk kedua kalinya !?
bagaimana mau "jatuh" lagi kalau tidak pernah "jatuh" !?
smua pasti ada harga yang harus dibayar bukan !?

Aku teringat pada kata-kata ku sendiri. " dua kali jatuh dilubang yang sama saja sudah bodoh apa lagi harus empat kali jatuh dilubang yang sama !? "
bodoh memang tapi tetap ada pelajaran yang bisa diambil. smua pasti ada pesan moralnya.

Ya...
Itulah hidup. kita yang tentukan. kita yang pilih. kita yang jalani. dan kita yang belajar.
kadang kita harus terbakar untuk merasakan api itu panas. meski ada beberapa yang bilang " kita tidak perlu terbakar untuk tau api itu panas. "
tapi aku tidak setuju ! *bagi ku* pelajaran yang paling membekas adalah praktek. merasakan sendiri luka. sakit. sedih. dan menderitanya. lalu menyembuhkan lukanya membuatku belajar bahwa terbakar tidak enak dan akhirnya belajar untuk lebih hati-hati agar tidak terbakar lagi. dengan mencoba sendiri terbakar aku jadi tau aku harus apa agar tidak terbakar lagi. lebih merasakan dan lebih mengerti.
Well...
Ini hidup ku. dan ini cara ku menjalaninya. ku lakukan smua hal. ku coba smua jalannya. dan ku ingin menikmati hidup ini dengan cara ku sendiri. mengisi tiap lembar hidup ku dengan berbagai kisah yang menarik untuk dikenang dan untuk dipelajari.
ini pilihan ku tentang hidup ku. bagaimana dengan mu !? (⌒˛⌒)

Thursday, June 16, 2011

sahabat

Jakarta, 16 Juni 2011

 Kali ini cerita bukan tentang pacar *ya iya lah judulnya aja "sahabat" ya pastinya tentang sahabat-sahabat gw --" Ok ! langsung cerita aja tanpa banyak narasi-narasi ga' penting xp
 Bagi ku sahabat orang yang selalu ada disetiap saat. sedih. senang. gembira. susah. tangis. tawa. selalu bersama. kalau cuma tau seneng atau sedih aja sih itu namanya temen bukan sahabat. bagi ku sahabat berada diurutan ke-4 dihati ku setelah Allah, Nabi Muhammad dan keluarga ku dan sebelum pacar.

 Kalau kalian bertanya kenapa sahabat itu diurutan ke-4 setelah keluarga dan sebelum pacar. well, sahabat itu lebih berharga daripada pacar. pacar bisa datang dan pergi dan disaat "dia" datang dan pergi yang tetap tinggal selain Allah hanya sahabat. sahabat yang menguatkan hati, mengingatkan ku kalau cowok bukan hanya "dia" yang meninggalkan ku atau bahkan "dia" yang menyakiti ku. sahabat juga yang membantu ku MOVE ON dan selalu mendengar keluh kesah ku saat patah-hati. mungkin mereka bosan dengar cerita ku yang itu-itu saja tapi mereka tetep mendengarkannya dan memberi pendapat yang bisa menguatkan hati ku juga memberiku semangat.

  Tidak hanya kisah sedih yang ku bagi dengan sahabat-sahabat ku. ada juga cerita senang dan lucu yang kami ukir di kenangan dan memori kami. menyenangkan memiliki mereka sebagai sahabat. bukan berarti dalam setiap kisah hanya ada sedih dan senang. tapi ada juga salah paham, amarah, kesal, kecewa. hal yang wajar dialami dua orang atau lebih yang mencoba menyatukan pikiran dan hati yang memang sejak awal berbeda.

 Banyak yang bisa menyebut dirinya sahabat tapi sama sekali tidak bisa disebut sahabat. mana ada sahabat yang menjatuhkan sahabatnya sendiri !? melukai. menyakiti. bahkan mengkhianati sahabatnya sendiri.

 Dulu sahabat ku hanya beberapa orang *mereka yang benar-benar bisa disebut sahabat* tapi sekarang aku punya mereka yang benar-benar sayang dan benar-benar mereka yang bisa disebut SAHABAT....

 Jaman SMA aku punya 5 orang yang bisa ku panggil sahabat dan akan tetap jadi sahabat ku. sahabat pertama ku. tapi sekarang aku punya banyak mereka yang benar-benarbisa ku sebut dengan sebutan sahabat...

 Mereka sayang aku, dan aku sayang mereka. tanpa mereka tidak mungkin ada aku yang kuat dan tegar seperti sekarang. karna itu mereka harta terbesarku setelah keluarga ku. lebih penting dari pacar. dan ku pastikan aku lebih percaya pada sahabat ku daripada kabar atau gosip yang ada.

 Terimakasih banyak untuk kalian yang mau jadi salah satu dari sahabat-sahabat ku dan mau sayang pada ku.

LOVE YOU ALL

Tuesday, June 14, 2011

namanya cinta

FYI > cerpen ini, cerpen pertama yang menghasilkan uang buat gw, meski cuma Rp 20ribu. cerpen ini dibuat untuk tugas kuliah temen gw. usut punya usut, kabar punya kabar, ini cerpen termasuk 10 besar cerpen terbaik dikelasnya. hahahahahahah... senangnya saya n_nmaaf ya untuk teman ku yang sudah "membeli" cerpen ini tapi tetap saya post disini. toh ga akan di lirik sama "penerbit" juga. atau ga akan di baca dosen mu juga xp
ok met' baca bloggers ^^

my little brother


death


Death

            Ku  buka  mata  ini  saat  sinar  mentari  membasahi  tubuh  yang  menggigil  kedinginan.  Kepala  ku  berat,  namun  ku  tetap  mencoba  untuk  bangkit.  Ku  hela  nafas  panjang  saat  melihat  kondisi  kamarku.  “WOW,”  hanya  itu  yang  keluar  dari  mulut  ku  saat  menyadari  betapa  malasnya  aku  untuk  membersihkan  kamar  ku  sendiri.
            “Gue  harus  beresin  semua  kekacauan  ini,  kalau  gak  mau  liat  orang  itu  ngamuk!”  gumamku,  memungut  handukku  yang  tergeletak  lemah  dilantai  kamar.  Aku  melangkah  pelan  menuju  kamar  mandi  yang  ada  dikamarku.
            Perlahan  ku  tanggalkan  semua  pakaian  yang  melekat  ditubuhku.  Ku  beranikan  diri  untuk  membasahi  tubuh  ku  dengan  air  dingin,  pagi  ini.  Sejenak  ku  tutup  mata  ku.  Ku  biarkan  air  dingin  terus  membasahi  sekujur  tubuh  ini  dan  ku  mencoba  mengingat  apa  yang  sudah  terjadi  tadi  malam,  tak  ada  satu  pun  yang  ku  ingat  kecuali  tugas  Logaritma  yang  belum  kukerjakan.  Ku  percepat  mandi  ku  dan  berharap  masih  ada  waktu  untuk  mengerjakannya.

Death

            “Akhirnya  selesai  juga!  Huh…  untung  masih  ada  waktu,”  senyumku  lega.  Ku  masukan  semua  buku  dan  peralatan  sekolah  ku  kedalam  tas  hitam  ku  yang  selalu  menemani  hari-hari  ku.  Ku  lirik  jam  berbentuk  panda  diatas  meja  belajar  ku.  Jam  6.30  pagi.  Ku  terdiam  sesaat.  “Tumben,  kok  tuh  orang  belom  neriakin  gue  ya?!  Well  dah  bosen  mungkin,”  kata  ku,  menarik  tas  hitam  ku  dan  memakainya.
            Butuh  waktu  yang  cukup  lama  untuk  menemukan  handphone  ku  yang  terpendam  dibawah  tumpukan  barang-barang  tak  berguna  diatas  kasur  ku.  Rasanya  seperti  menenukan  harta  karun  bajak  laut,  saat  menemukannya,  lega  dan  senang.  Ok!  Waktunya  sekolah  dan  bersandiwara  lagi!

Death

            Rasanya  seperti  bukan  rumah  sendiri.  Seperti  berada  dikehidupan  orang  lain.  Kenapa  rumah  ini  begitu  sepi!?  Kemana  perginya  dua  makhluk  menyeramkan  itu!?  Peduli  apa!  Sarapan!!!!
            Ku  turuni  anak  tangga  satu  per  satu,  berharap  ada  sedikit  makanan  diatas  meja  makan.  Dan…  hore…!!!!  Kosong!  Sial…!!!
            Ku  periksa  saku  kemeja  sekolah  ku,  masih  berharap  ada  sisa  uang  jajan  kemarin  dan  lagi-lagi  tak  ada  yang  tersisa!  Oh  tunggu  dulu!  Dompet!
            Secepat  mungkin  ku  keluarkan  dompet  ku  dari  dalam  tas  dan  syukur  hanya  dompet  yang  ku  punya!  Sial…!!!!  Hm…  masa  iya  pagi  ini  gak  sarapan!?  Sejenak  ku  berpikir  dan  teringat  akan  uang  yang  kemarin  baru  dikirim  Kak  Dimaz  dari  Inggris.  Dengan  semangat  45,  ku  berlari  menaiki  tangga  menuju  kamar  ku  atau  bisa  dibilang  gudang.  Heheheheh…

Death

            “Ini  sih  tetep  gak  bisa  sarapan!  Mesti  ke  money  changer  dulu  baru  bisa  makan,  sial!!!”  keluh  ku,  menutup  pagar  rumah.  Ku  lirik  jam  tangan  ku,  jam  7  tepat.  Harus  buru-buru  kalau  gak  mau  dihukum  si  Gila!!!  Gumam  ku  dalam  hati.
            Ku  percepat  langkah  ku  atau  tepatnya  berlari  secepat  yang  ku  bisa.  Itu  kan  Rangga!?  Kok  nyantai  banget  sih!  “Rangga!!!”  panggil  ku.  Rangga  menoleh,  namun  tak  ada  senyum  hangat  yang  biasa  ia  berikan.  Ku  berhenti  berlari  saat  tepat  disampingnya.  Nafas  ku  tak  karuan.
            “Ga,  kok  gak  buru-buru  sih!?”  tanya  ku,  masih  mencoba  mengatur  nafas  ku.  Rangga  hanya  diam  dan  terus  berjalan.  “Rangga!?”  ku  perhatikan wajah  Rangga,  ada  kesedihan  yang  coba  ia  sembunyikan.  Perlahan  senyum  itu  kembali.  Ini  yang  membuat  ku  terus  bertahan  hingga  hari  ini.

Death

            Sepanjang  perjalanan  menuju  sekolah,  banyak  yang  ku  ceritakan  pada  Rangga.  Mulai  dari  film  terakhir  yang  dapat  ku  ingat  sampai  kekonyolan  kami  berdua  dan  lagi-lagi  yang  dapat  ku  ingat.  Rangga  tak  banyak  bicara  hanya  sesekali  tersenyum  dan  masih  terus  berusaha  menutupi  kesedihannya.  Berulang  kali  ku  tanya  apa  yang  membuatnya  sedih,  namun  Rangga  hanya  menggelengkan  kepalanya.  Tahukah  Rangga,  jika  ia  sedih  hati  ini  pun  ikut  sedih?!
            Tak  terasa  sudah  didepan  kelas.  Aku  duduk  tepat  disamping  Rangga.  Bersyukur,  pagi  ini  tidak  telat.  Rangga  terus  diam  sepanjang  hari,  membuat  ku  kesal.
            Saat  bel  istirahat  pertama  berbunyi,  Iman,  teman  satu  tim  basket  dengan  Rangga  yang  juga  teman  satu  kelas  ku  dan  Rangga,  berjalan  menghampiri  ku  dan  Rangga.
            “Ga,  sabar  ya!  Kita  semua  doain  yang  terbaik  kok!  Elo  jangan  kayak  orang  yang  nyaris  mati  gitu  dong!  Gak  punya  semangat!  Justru  elo  yang  harusnya  lebih  semangat!”  ucap  Iman,  menepuk  pundak  Rangga.  Rangga  hanya  tersenyum  miris.  “Ok!  Ke  kantin  yuk!”  ajak  Iman,  namun  Rangga  menolaknya.  Iman  berjalan  keluar  kelas.
            “Kok  Iman  gitu  sih  Ga!  Kenapa  dia  gak  nyapa  gue  coba?!  Rese!”  kesal  ku,  merasa  diabaikan.  Rangga  bangkit  dari  duduknya,  berjalan  kearah  halaman  belakang  sekolah.

Death

            Rangga  duduk  tepat  dibawah  pohon  tempat  aku  dan  Rangga  sering  menghabiskan  waktu  istirahat  atau  sekedar  bolos  pelajaran.  Rangga  merubah  posisinya.  Ia  berbaring  menatap  putihnya  awan  diatas  kepalanya.  Ia  mulai  menutup  kedua  matanya.  Wajahnya  polosnya  saat  tertidur  semakin  membuat  ku  tergila-gila,  ini  juga  menjadi  salah  satu  kenapa  aku  masih  bertahan.

Death

            “Coba  tebak!  Bentuk  awan  itu  mirip  apa?”  tanya  Delia,  menunjuk  sebuah  awan.  “Gak  tau!  Silau!”  jawab  Rangga,  menutup  matanya  dan  memunggungi  Delia.  Delia  merubah  raut  wajahnya.  “Rangga!  Ayo  tebak!”  pinta  Delia.  “Gak!”  tolak  Rangga.  “Apa  susahnya  sih  cuman  nebak  doang!”  pinta  Delia  kesal.  “Susah!  Lagi  juga  ini  kan  permainan  waktu  kita  kecill  dulu,  udah  gak  ada  pantes-pantesnya  untuk  dimainin  lagi!”  jelas  Rangga.
            “Rese!”
            “Mau  kemana?!”
            “Terserah  dong!  Toh  elo  juga  gak  akan  peduli!”
            “Delia!  Jangan  kayak  anak  kecil  gitu  dong!”
            “Toh  gue  emang  lebih  suka  jadi  anak  kecil  yang  gak  ngerti  dan  gak  tau  apa-apa  dibandingkan  jadi……”
            “DELIA!”

Death

            “Gak  apa-apa  kan?”  tanya  Rangga,  membantu  Delia  berdiri.  “Kenapa  sih  gak  bilang  kalau  ada  lubang?!”  gerutu  Delia  kesal.  Rangga  sedikit  menahan  tawanya.  “Udah  deh  gak  usah  ngeledek!”  ucap Delia  semakin  kesal.

            “Maaf  deh!  Mana  yang  sakit?”
            “Gak  ada!”
            “Gak  usah  sok  jagoan  deh!  Tangan  luka  gini  juga!  Tuh  liat  air  matanya  mau  tumpah!  Ayo  ngaku  mau  nangiskan?!”
            “Rangga  apaan  sih!”
            “Muka  elo  tuh  makin  merah!  Bisa  jalan  gak?”
            “Bisa  lah!  Kan  yang  luka  tangan  gue,  bukan….”
            “Kenapa?!  Ya  ampun  Del!”
            “Udah  jangan  ketawa!”
            “Iya…  iya…  maaf!  Nih  tutupin  rok  elo  yang  robek  pake  jaket  gue!  Lain  kali  kalau  mau  ngambek  liat-liat  ya!”
            “Udah  deh  ngeledeknya!”
            “Muka  elo  tuh  makin  merah!  Ke  UKS  yuk,  biar  tangan  elo  diobatin!”

Death

            Rangga  membuka  matanya,  merubah  posisinya  kembali  duduk  bersandar  pada  batang  pohon.  Ia  menarik  nafas  panjang,  memejamkan  matanya  lagi.  Ada  yang  berubah  dari  Rangga,  seakan  sudah  lama  tidak  bertemu.  Kenapa  alasan  gue  bertahan  itu  elo  Ga!?
            Rangga  bangkit  dari  duduknya,  berjalan  menuju  kelas.  Aku  merasa  ada  yang  aneh  hari  ini.  Bukan  hanya  Iman,  hampir  semua  orang  mengabaikan  ku,  begitu  juga  Rangga.  Ada  apa  sebenarnya!?

Death

            Di  tengah-tengah  pelajaran  Kimia,  salah  seorang  guru  piket  masuk  kekelas.  Wajahnya  tegang,  membuat  seisi  kelas  ikut  tegang.  Beberapa  kali,  guru  piket  itu  melirik  ke  arah  Rangga.  “Rangga,  kamu  boleh  meninggalkan  kelas  dan  bawa  tas  kamu.  Kelas  kita  akhiri  sampai  disini.  Selamat  Siang!”  ucap  Bu  Yeli,  merapihkan  mejanya.
            Rangga  memasukkan  semua  buku-bukunya  kedalam  tas,  setelah  Bu  Yeli  meninggalkan  kelas.
            “Ga,  elo  mau  kemana?”  tanya  ku,  namun  Rangga  diam.  Dia  hanya  menatap  ku  dingin.  “Gue  ikut,  Ga!”  pinta ku  paksa.

Death

            Rumah  sakit!?  Untuk  apa  Rangga  ke  rumah  sakit!?  Siapa  yang  sakit!?

Death

            Rangga  mempercepat  langkahnya,  namun  tidak  berlari.  Rangga  berhenti  melangkah  ketika  melihat  tiga  orang  yang  tak  asing  berdiri  tak  jauh  dari  tempat  Rangga  berdiri.  Kak  Dimaz!?  Mama!?  Papa!?
            Rangga  mencoba  melangkah,  tenang.  Mama  menangis  dipelukan  Papa.  Kak  Dimaz  bersandar  pada  salah  satu  dinding  rumah  sakit.  Tangis  Mama  semakin  menjadi  saat  melihat  Rangga.  Mama  memeluk  Rangga.
            “Delia,  Ga!”  tangis  Mama.  “Delia  meninggal!”
            Dunia  ku  seakan  berhenti  berputar.  Sebuah  kereta  dorong  keluar  dari  kamar  yang  berada  tepat  dihadapan  kami  semua.  Mama  berlari  memeluk  seseorang  yang  terbaring  kaku  diatasnya,  meneriaki  nama  ku.  Mama  membuka  selimut  yang  menutupi  wajah  orang  itu.  Seakan  terkena  petir  disiang  hari,  itu  aku.
            Kak  Dimaz,  mencoba  menguatkan  Mama.  Rangga  hanya  terduduk  lemas.  Wajahnya  sedih  dan  dingin.  Perlahan  pipi  ku  basah.  Ini  semua  mimpi!  Ku  coba  yakinkan  diri  ku  sendiri.  Ini  bohong!  Kepala  ku  mulai  terasa  berat.  Ada  beberapa  gambaran  diingatan  ku.  Ku  coba  mengingat  semuanya.  Menjadikan  semuanya  satu  cerita  utuh.  Air  mata  terus  berjutuhan  menemani  semua  rasa  bingung.  “Kenapa  begini!?  Ini  mimpi!  Ini  cuman  mimpi!!!”  Jerit  ku  tak  percaya.  Ku  tutup  wajah  ku  dengan  kedua  telapak  tangan  ku  dan  ku  ingat  semuanya.

Death

            Aku  menangis  disudut  kamar  ku  yang  gelap.  Di  luar,  ada  dua  makhluk  menyeramkan  saling  melempar  caci  maki,  bahkan  barang-barang  disekitar  mereka.

            Sesaat  sebelumnya,  ku  keluarkan  semua  pakaian  ku  dari  dalam  lemari.  Ku  lempar  kesegala  arah,  mencoba  melepaskan  sakit  hati  yang  tak  terobati.  Dalam  sekejap  kamar  ini  seperti  terkena  badai  topan  yang  besar.  Bahkan  ku  lempar  boneka  beruang  pemberian  Rangga,  yang  selama  ini  menjadi  obat  dari  segalanya,  ke  arah  cermin  besar  dikamar  ku.
            Air  mata  tak  kunjung  berhenti  mengalir,  ku  harap  bisa  memberi  ketenangan  barang  sedikit  namun  tidak  sama  sekali.  Semakin  jenuh,  semakin  rumit  dan  semakin  sakit  yang  ku  rasakan  saat  ini.  Tak  seorang  pun  yang  mau  mengerti.  Tak  seorang  pun  yang  mau  menemani.  Tak  seorang  pun  yang  mau  tahu.
            Ku  coba  menjeritkan  rasa  sakit  ini  namun  sulit.  Ku  coba  segala  cara  agar  ku  dapat  ketenangan  masa  remaja  ku.  Tapi  nol  yang  ku  dapat.  Semua  berantakan.  Semua  menjauh.  Semua  menyakiti  ku!
            Siapa  pun  tolong  aku!  Teriak  ku  dalam  hati.  Air  mata  terus  menggarami  luka  yang  semakin  perih.  Terlintas  wajah  tenang  Rangga,  memberikan  sedikit  rasa  nyaman  dan  aman.  Senyum  hangat  itu  yang  ku  mau!  Tawa  canda  itu  yang  menjadi  penawar  sakit  hati  ini.  Kebaikan  hatinya  yang  membuat  ku  lupa  akan  semua  kekacauan  ini.
            Ku  coba  menghubungi  Rangga,  terus  ku  coba  dan  terus  ku  coba.  Hingga  aku  menyerah.  Aku  kehilangan  semuanya.  Aku  benci  sendiri!  Aku  benci  seperti  ini!  Aku  muak!  Aku  jenuh!  Aku  bosan!  Cukup!  Cukup  sudah!  Aku  keluar  dari  permainan  konyol  dan  gila  ini!  Biarkan  aku  keluar  dari  semua  kegilaan  yang  menyakitkan  ini!  Biarkan  aku  berhenti  dari  semua  kekonyolan  yang  menjenuhkan  ini!  Ku  mohon!
            “CUKUP!!!!  DIAM!!!! Cukup!!!  Delia  mohon!  Cukup!!!”  tangis  ku.  Ku  lempar  handphone  ku  kearah  cermin  hingga  pecah.  “CUKUP!!!!!!!”

            Death

            Serpihan  cermin  berserakan  dimana-mana.  Air  mata  berhenti  menemani.  Namun  badai  tetap  berlanjut.  Cukup  lama  ku  tatap  serihan  cermin  yang  mulai  menggoda  ku,  mengusik  ketenangan  jiwa  yang  mulai  goyah.  Sesuatu  yang  menyenangkan  terlintas  dikepalaku.  Mati.
            Ku  ambil  satu  serpihan  kaca,  ku  mainkan.  Awalnya  rasa  takut  menyelimuti  sekujur  tubuh  yang  gemetar  ragu.  Namun  perlahan  rasa  takut  lenyap.  Ku  dekatkan  serpihan  itu  ke  kulit  halus  ku.  Ku  buat  satu  goresan  tak  berarti  di  pergelangan  tangan  ku.  Rasa  tenang  dan  lega  mulai  datang  menemani.  Ku  buat  satu  lagi.  Air  mata  kembali  menemani  jenuh  ini.  Ku  tutup  mata  ini,  mencoba  menetralkan  perasaan  yang  semakin  rumit.  Terlintas  wajah  Rangga,  ingin  rasanya  merasakan  tenang  dan  nyaman  lagi  saat  meningat  wajahnya,  namun  semuanya  berubah  dalam  sekejap.  Sayang  itu  berubah  benci  dan  merasa  dilupakan.  Kali  ini  ku  coba  melupakan  semua.  Rangga,  Kak  Dimaz,  semuanya!  Yang  ku  inginkan  hanya  satu,  tenang.
            Perlahan  sakit  di  kulit  ini  menghilang  bersama  datangnya  cairan  merah  yang  tak  kunjung  berhenti.  Tenang,  damai,  nyaman.  Rasa  jenuh  pun  menjauh.  Yang  ada  hanya  kantuk  yang  tak  berujung.  Sesuatu  yang  menyenangkan  bisa  terlepas  dari  semua  sakit,  kecewa  dan  beban  berat  yang  selama  ini  menghantui  dan  menemani  masa  remaja  ku  bahkan  seumur  hidup  ku  yang  kelam  dan  pahit.

Death

            “Ma,  Pa!  Delia  pulang!”  kata  ku  membuka  pintu  rumah.  Sebuah  piring  mendarat  di  kaki  ku.  Sebuah  tanda  tanya  besar  menghampiri  ku.  Ada  apa  lagi!?
            Ku  beranikan  diri  untuk  mendekat.  Papa  memukul  Mama  tepat  diwajahnya.  Caci  maki  keluar  dari  mulut  dua  orang  yang  saling  mencintai  dan  terikat  dalam  perjanjian  suci.  Papa  yang  merasa  kehadiran  seorang  pengganggu,  membanting  gelas  tepat  dihadapan  ku.  Entah  apa  yang  bajingan  itu  katakan.  Jujur!  Aku  tak  peduli!  Ia  menunjuk  kearah  pintu  kamar  ku.  Mama  hanya  mencibir.  Menyalahkan  ku  atas  apa  yang  tidak  ku  perbuat.  Membandingkan  ku  dengan  kakak  ku  yang  mendapat  beasiswa  di  Inggris.  Mengolok-olok  ku.  Menghina  ku  seakan  aku  tak  pernah  keluar  dari  rahimnya.
            Ku  pertahankan  air  mata  ku.  Ku  jaga  agar  tidak  tumpah.  Ku  jaga  agar  aku  terlihat  kuat  dan  tegar.  Aku  benci  selalu  seperti  ini!  Aku  muak!  Aku  bosan!  Aku  jenuh!

Death

            Air  mata  sudah  tak  ada  artinya  lagi.  Kini  ku  tahu  kenapa  semua  berubah,  kenapa  semua  menjauh  dan  kenapa  hari  ini  begitu  berbeda.  Apa  ini  yang  ku  mau  sejak  dulu!?

Death

            Di  pemakanan.  Mama  terus  menangis.  Ingin  rasanya  hati  ini  berkata,  “Ah,  lima  menit  lagi  juga  lupa  kalau  yang  dikubur  itu  anak  perempuannya!  Alah!  Air  mata  buaya!”  kata-kata  yang  kejam,  bukan!?  Tapi  itu  yang  ku  rasakan!  Apa  dulu  dia  peduli  dengan  perasaan  putrinya!?  Kenapa  manusia  selalu  ingin  berubah  jika  sesuatu  yang  buruk  sudah  terjadi  padanya!?
            Papa  juga  begitu.  Tak  ada  penyesalan  sedikit  pun  jika  melihat  kesedihan  “pura-pura”  mereka.  Mereka  sendiri  yang  membuat  hati  ku  menjadi  hitam  dan  membatu  kepada  mereka.  Jadi  bukan  salah  ku  jika  aku  mengatakan  hal  yang  menjijikkan  dan  tidak  pantas  dikatakan  seorang  anak  kepada  orangtuanya.

            Penyesalan  itu  hadir,  ketika  ku  lihat  wajah  dingin  Rangga.  Ingin  sekali  menyalahkannya  atas  semua  ini.  Kenapa  dia  tak  ada  saat  ku  butuh!?  Kenapa  dia  tidak  ada  disamping  ku  untuk  mencegah  ku  melakukan  kebodohan  itu!?  Namun  aku  sadar,  ia  punya  kehidupannya  sendiri,  yang  tak  pantas  untuk  ku  ganggu.
            Andai  semua  ini  bisa  berulang.  Apa  aku  akan  tetap  pada  pilihan  ku  atau  merubahnya  hanya  karna  Rangga?  Hanya  untuk  seorang  Rangga  yang  selalu  menganggap  ku  ada.

Death

            Semua  meninggalkan  aku  yang  tertidur  lelap,  sendiri,  dirumah  baru  ku.  Tidak  dengan  Rangga.  Ia  masih  berdiri  menatap  ku,  yang  berdiri  disampingnya.  Apa  Rangga  tahu  aku  disini?  Pertanyaan  konyol!  Mana  mungkin  Rangga  bisa  melihatku  yang  hanya  sesosok  bayangan  kelam!

            “Del,  maaf!”  kata  Rangga  sedih.  Perlahan  air  mata  Rangga  yang  selama  ini  coba  ia  tahan,  tumpah.  “Maaf!”  katanya,  berlutut  didepan  makam  ku.

            “Kalau  aja  gue  gak  terlalu  sibuk  dengan  beasiswa  konyol  itu,  ini  semua  gak  akan  terjadi!”  tangis  Rangga.  “Kalau  aja  gue  gak  pernah  ninggalin  elo!  Maaf  Del!  Maaf!  Maafin  gue!”

            Air  mata  ku  jatuh  lagi.  Ingin  ku  peluk  Rangga,  menenangkan  hatinya  yang  kacau,  mengatakan  ini  bukan  salahnya,  dan  mengatakan  aku  memaafkannya.  Tapi  itu  tak  mungkin  ku  lakukan.  Dan  tak  kan  pernah  bisa  ku  lakukan.

            “Gue  gak  pernah  bener-bener  niat  nianggalin  elo,  Del!”  sesal  Rangga.  “Gue  pikir  dengan  dapat  beasiswa  itu,  gue  bisa  bawa  elo  pergi  dari  semua  ini,  semua  yang  nyakitin  elo  dan  ngasih  elo  hidup  baru  yang  elo  mau,  tapi  gue  salah!  Gue  terlalu  antusias  sampai  lupa  kalau  elo  yang  terpenting  dari  semua  rencana  gue!  Buat  apa  gue  dapet  beasiswa  itu  kalau  elo  gak  ada?  Buat  apa  semua  kerja  keras  gue  selama  ini,  kalau  orang  yang  gue  sayang  udah  gak  ada?  Maaf  Del!”

            Melihat  Rangga  yang  begitu  sedih  dan  terus-menuerus  menyalahkan  dirinya  sendiri,  hati  ini  semakin  merasakan  penyesalan  yang  teramat  dalam.  Kenapa  selalu  ada  penyesalan?!  Dan  kenapa  manusia  memiliki  rasa  menyesal  atas  keputusaanya  sendiri?!  Apa  itu  menandakan  manusia,  makhluk  yang  tidak  pernah  puas  akan  apa  yang  ia  pilih?!  Atau  menandakan  jika  manusia,  makhluk  tolol  dan  bodoh  yang  hanya  bisa  menyesali  semua  perbuatan  konyol  yang  mereka  ambil  tanpa  pikir  panjang?!  Entah  lah!  Tapi  aku  yakin,  aku  adalah  salah  satu  manusia  yang  berada  di  pilihan  kedua.  Makhluk  tolol  dan  bodoh  yang  tak  pernah  membuka  mata  akan  keindahan  dan  kenikmatan  dunia  yang  ku  dapat  dan  terus  meminta  lebih  hanya  untuk  kepuasan  diri  sendiri.
            Andai  aku  bisa  memilih  dan  mengulang  semuanya,  mungkin  mati  bukan  pilihan.  Aku  sadar,  jika  semua  menyakitkan  pada  saatnya.  Bahkan  Rangga  yang  menjadi  penawar  rasa  sakit  itu  pun,  menyakiti  ku  pada  saatnya,  hanya  aku  saja  yang  terlalu  bodoh  dan  terlalu  cepat  mengambil  keputusan.  Aku  yang  salah  Ga!  Menyalahkan  keadaaan  alih-alih  diri  sendiri.  Aku  yang  terlalu  egois,  kekanak-kanakan  dan  keras  kepala.  Aku  yang  salah!  Salah  menyikapi  semuanya,  salah  menanggapinya,  salah  mengambil  keputusan  dan  salah  melangkah.  .  Dan  kini  bukan  hanya  penyesalan  yang  tersisa  tapi  juga  kesedihan  tanpa  ujung.

Death
end

d'day


d’ Day

            Dia membuka mata ini kalau cinta memang tak selamanya harus memiliki. Hari itu tak kan pernah ku lupakan sampai kapan pun.

d’ Day

            Seperti biasa gadis manis itu duduk sendiri menikmati indahnya senja sambil membaca buku di sebuah taman. Gadis manis itu bernama Willy. Dikala fajar dan senja ia selalu duduk di bangku yang sama setiap harinya, menikmati kesendiriannya dan indahnya cahaya surya yang menentramkan jiwa. Namun hari ini berbeda dari hari-hari sebelumnya. Hari ini saat Willy datang di pagi hari untuk melihat fajar, ada seseorang yang duduk di tempat favoritnya. Sedikit takut namun penuh keyakinan,Willy duduk di tempatnya biasa melihat fajar menyapa dunia. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Willy duduk tepat di samping orang itu. Menikmati fajar menyambut hari baru, tanpa saling menyapa dan berbicara.

            “Gue Singgih. Elo siapa?” tanya orang itu, mengulurkan tangan kanannya. Willy menoleh ke arah Singgih dan tersenyum. “Willy,” jawab Willy singkat. “Senang bisa kenal elo! Udah biasa kesini?” tanya Singgih, ramah. “Hampir setiap pagi dan sore. Kalau hujan juga datang,” jelas Willy. “Lain kali kita liat fajar dan senja bareng-bareng lagi ya! Dah!” pamit Singgih, meninggalkan Willy sendiri. Hari itu begitu indah bagi Willy. Setelah sekian lama tinggal disini, baru kali ini ia mendapat teman.

d’ Day

            Sejak hari itu, setiap seminggu sekali Singgih secara rutin menemani Willy melihat fajar maupun senja. Banyak hal yang Singgih ceritakan tentang keadaan di luar, tempat dimana Willy tidak dapat mengunjunginya. Willy begitu senang mendengar cerita Singgih yang setiap harinya berbeda dan menarik untuk didengar.

            “Lebih asik lagi kalau liat fajar di atas sebuah bukit atau gunung dan melihat senja di pantai. Elo pernah kan liat fajar di gunung dan senja di pantai?”
            “Mungkin. Aku gak yakin. Pasti indah banget ya?!”
            “Pasti! Kalau elo sembuh nanti, gue janji ajak elo ke tempat dimana fajar terlihat begitu cantik dan senja terlihat begitu anggun,”
            “Janji ya!”
            “Janji!”

d’ Day

            Sama seperti minggu-minggu sebelumnya, Singgih dan Willy menunggu fajar di pagi hari dan senja di sore hari.

            “Minggu depan, gue mau ngasih elo hadiah,” kata Singgih sebelum mengantar Willy ke lorong menuju kamarnya. “Dalam rangka apa?” tanya Willy, bingung. “Rahasia! Pokoknya gue pasti dateng khusus untuk kasih elo hadiah dan kejutan terindah. Nah udah malem, pulang dulu ya! Bye White Angel! Met istirahat dan have nice dream!” kata Singgih, saat tiba di lorong menuju kamar rawat Willy. Willy hanya tersenyum, tak sabar menunggu datangnya hari yang dijanjikan Singgih.

d’ Day

            Singgih datang dengan hati riang dan bahagia. Menunggu Willy di tempat biasa. Sepanjang hari Singgih menunggu dengan penuh harap dan cemas, namun Willy tak kunjung datang. Singgih memutuskan untuk mendatangi Willy di kamarnya.

             “Malam Tante, Om!” sapa Singgih sopan. “Singgih?!” tangis Mama Willy seraya memeluk Singgih. Singgih bingung luar biasa. Papa Willy menepuk pundak Singgih pelan dengan wajah sedih. Hati Singgih sakit luar biasa. Namun ia hanya dapat menangis dalam hati.

d’ Day

            “Nama gue Willy Sherrynatasya. Elo siapa?” sapaWilly pada seorang cowok yang sedang duduk dipinggir lapangan basket. Cowok itu mengacuhkan Willy dan kembali bermain bersama teman-temannya yang lain. Willy duduk sendiri menunggu cowok itu selesai bermain basket. “Mau elo apa sih?!” tanya cowok itu ketus. “Cuman mau kenalan aja sama elo! Enggak lebih kok!” jawab Willy polos. “Singgih,” kata cowok itu ketus. “Apa?!” tanya Willy bingung. “Nama gue Singgih! Udah kan kenalannya! Sekarang pulang sana!” jelas Singgih ketus. Willy tersenyum dan berjalan meninggalkan Singgih. Singgih heran bukan main. “Aneh!” kata Singgih kesal.

d’ Day

            Setelah hari itu Willy hampir setiap hari datang ke lapangan basket dengan membawa digital kamera. Willy memperhatikan setiap gerak-gerik Singgih dan teman-temannya yang sedang bermain dan sesekali memotret Singgih dan teman-temannya. Awalnya Singgih risih dan terus menerus bersikap kasar pada Willy. Namun Singgih merasa sedikit keterlaluan saat membentak Willy didepan banyak orang, hingga menangis dan akhirnya membiarkan Willy melakukan sesukanya.

            “Gue tau kalau elo orangnya baik!” kata Willy, sehari setelah Singgih meminta maaf. Singgih diam dengan muka juteknya. “Jangan jutek dong! Kalau di foto jadi jelek tau!” protes Willy, kesal. Singgih tersenyum namun terpaksa. “Gitu dong! Kan jadi keliatan gantengnya,” senyum Willy, memotret Singgih. “Gue kasih tau elo ya! Ini gue lakuin cuman untuk membayar semua kesalahan gue aja! Enggak lebih!” jelas Singgih, kesal. “Iya, gue tau kok! Gue tetep seneng meski elo sedikit merasa terpaksa. Karna gue bisa jadi deket sama elo dan gue akan buktiin ke elo kalau sikap elo akan berubah suatu saat nanti, cepat atau lambat,” kata Willy terus memotret Singgih. “Jangan terlalu yakin! Sikap gue ke elo enggak akan pernah berubah! Sampai kapan pun!” kata Singgih, meninggalkan Willy sendiri. Willy tersenyum penuh percaya diri.

d’ Day

            Semakin lama Singgih semakin terbiasa dengan kehadiran Willy yang menemani hari-harinya. Meski terkadang Singgih di buat kesal dan malu karna tingkah laku konyol Willy.

            “Konyol!” tawa Singgih membahana sepanjang koridor sekolah. Willy diam kesal. “Lain kali kalau mau duduk liat-liat dulu, catnya masih basah atau udah kering. Biar enggak malu-maluin dan ngorbanin jaket gue kayak gini!” ceramah Singgih. “Iya, maaf!” kata Willy pasrah. Sejenak mereka terdiam dan saling tatap, lalu keduanya tertawa mengingat kejadian memalukan tadi.

d’ Day

            “Will, elo tau enggak gimana rasanya jatuh cinta?” tanya Singgih, suatu hari. “Iya, gue tau. Rasanya aneh. Enggak bisa dijelasin dengan kata-kata. Tapi yang jelas elo rela melakukan apa aja demi dia, meskipun dia benci sama semua tingkah laku kita. Apa pun pasti kita lakukan asalkan dia deket sama kita. Setiap orang yang liat tingkah laku kita pasti bilang kita gila, kita enggak akan peduli dengan pendapat orang, selama kita bisa deket sama dia. Kalau dia seneng, kita juga pasti akan merasa seneng, meski pun sebenernya sakit,” jelas Willy panjang lebar. “Setuju! Dan elo tau enggak gue jatuh cinta sama siapa?!” tanya Singgih bersemangat. Willy hanya menggelengkan kepalanya. “Elo,” jawab Singgih singkat. Wajah Willy memerah. “Hahaha… gue cuman bercanda kok! Mana mungkin gue suka sama cewek ceroboh dan konyol kayak elo! Gue lagi suka sama Chacha, anak sekolah sebelah,” jelas Singgih saat melihat wajah Willy memerah. “Gue juga tau kali Gih!” kata Willy dengan senyum yang sedikit di paksakan. Singgih menatap matahari senja dengan hati yang riang dan senyum yang terus mengembang di wajahnya. Sedangkan Willy memandang wajah Singgih dengan senyum yang terpaksa. “Gue seneng kalau elo seneng, Gih! Karna cinta hanya tau satu orang yaitu elo dan cinta hanya tau satu rasa yaitu bahagia,” kata Willy dalam hati.

d’ Day

            Hari itu Singgih mencari Willy di setiap sudut sekolah, namun nihil hasil yang ia dapat. Sepulang sekolah ia berkunjung ke rumah Willy.

            “Will! Ada yang mau gue kasih tau ke elo!”
            “Gue juga, Gih!”
            “Kalau gitu elo duluan deh!”
            “Enggak apa! Elo aja yang duluan! Elo kan udah bela-belain dateng kesini, masa harus dengerin cerita gue sih!”
            “Ok kalau gitu! Gue punya kabar baik dan gembira!”
            “Apa?! Jangan buat gue pensaran dong!”
            “Gue…”
            “Apa?!”
            “Gue udah jadian sama Chacha!”
            “…..”
            “Kenapa Will, kok kayaknya elo sedih gitu sih?!”
            “Gue sedih?! Masa sih?! Yang ada malah gue seneng banget elo udah jadian sama Chacha. Selamet ya! Jangan lupa traktiranya!”
            “Sip! Trus elo mau cerita apa?”
            “Emangnya gue tadi mau cerita ya?!”
            “Iya! Dasar pikun!”
            “Duh gue lupa mau cerita apa! Lain kali aja deh!”
            “Elo tadi kenapa enggak masuk sekolah?”
            “Ada urusan keluarga aja, bentar ya! Elo lagi ganteng-gantengnya nih! Gue ambil kamera dulu ya! Sebentar!”

d’ Day

            Sebulan setelah hari itu, Willy dikabarkan pindah sekolah entah kemana. Aku terus mencarinya. Sampai akhirnya, enam tahun kemudian aku menemukannya duduk disebuah taman rumah sakit tempatku bekerja. Ia pasien ku dan aku baru tahu, Willy mengidap kanker otak hingga membuatnya lupa akan semuanya. Sakit hati ini. Aku baru sadar aku mencintainya setelah Willy pergi dari sisi ku. Dan sekarang saat aku menemukannya ia tak seceria dulu. Namun benar kata Willy, cinta rela melakukan apa saja demi orang yang dicintai meski semua orang menentangnya. Aku tak pernah peduli apa kata orang tentang aku yang mencintai orang yang lupa pada ku. Karna cinta hanya tahu satu orang dan cinta hanya tahu satu rasa. Sekarang saat aku putuskan untuk menjaganya seumur hidupku dan menerimanya apa adanya, sekali lagi ia pergi dari sisiku dan sekarang untuk selamanya. Kenapa hidupku harus di penuhi dengan penyesal yang terdalam seperti ini? Kalau saja dari awal aku menyadari perasaan Willy dan kalau saja dari awal aku sadar kalau yang ku butuhkan hanya Willy ada di sisiku, semua penyesalan ini tak kan pernah terjadi.

d’ Day

            Hari itu, Singgih mengambil keputusan yang terbesar dalam hidupnya. Keputusan yang awalnya ditentang kedua orangtuanya. Keputusan yang membuatnya percaya dan sadar bahwa yang ia cintai hanya Willy.

            Sore itu Singgih menunggu Willy di taman rumah sakit seperti biasa, namun hari ini berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Singgih berniat melamar Willy, gadis yang ia ingini sejak enam tahun yang lalu. Sekian lama ia menunggu Willy tak kunjung datang. Singgih memutuskan untuk menemui Willy dikamarnya. Saat tiba di depan kamar Willy, Mama Willy memeluk Singgih sambil menangis tersedu-sedu dan Papa Willy menepuk pelan pundak Singgih, sedih. Kotak cincin yang ia bawa untuk melamar Willy terjatuh. Singgih hanya bisa menangis dalam hati.
           
THE      END