Tuesday, June 14, 2011

d'day


d’ Day

            Dia membuka mata ini kalau cinta memang tak selamanya harus memiliki. Hari itu tak kan pernah ku lupakan sampai kapan pun.

d’ Day

            Seperti biasa gadis manis itu duduk sendiri menikmati indahnya senja sambil membaca buku di sebuah taman. Gadis manis itu bernama Willy. Dikala fajar dan senja ia selalu duduk di bangku yang sama setiap harinya, menikmati kesendiriannya dan indahnya cahaya surya yang menentramkan jiwa. Namun hari ini berbeda dari hari-hari sebelumnya. Hari ini saat Willy datang di pagi hari untuk melihat fajar, ada seseorang yang duduk di tempat favoritnya. Sedikit takut namun penuh keyakinan,Willy duduk di tempatnya biasa melihat fajar menyapa dunia. Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Willy duduk tepat di samping orang itu. Menikmati fajar menyambut hari baru, tanpa saling menyapa dan berbicara.

            “Gue Singgih. Elo siapa?” tanya orang itu, mengulurkan tangan kanannya. Willy menoleh ke arah Singgih dan tersenyum. “Willy,” jawab Willy singkat. “Senang bisa kenal elo! Udah biasa kesini?” tanya Singgih, ramah. “Hampir setiap pagi dan sore. Kalau hujan juga datang,” jelas Willy. “Lain kali kita liat fajar dan senja bareng-bareng lagi ya! Dah!” pamit Singgih, meninggalkan Willy sendiri. Hari itu begitu indah bagi Willy. Setelah sekian lama tinggal disini, baru kali ini ia mendapat teman.

d’ Day

            Sejak hari itu, setiap seminggu sekali Singgih secara rutin menemani Willy melihat fajar maupun senja. Banyak hal yang Singgih ceritakan tentang keadaan di luar, tempat dimana Willy tidak dapat mengunjunginya. Willy begitu senang mendengar cerita Singgih yang setiap harinya berbeda dan menarik untuk didengar.

            “Lebih asik lagi kalau liat fajar di atas sebuah bukit atau gunung dan melihat senja di pantai. Elo pernah kan liat fajar di gunung dan senja di pantai?”
            “Mungkin. Aku gak yakin. Pasti indah banget ya?!”
            “Pasti! Kalau elo sembuh nanti, gue janji ajak elo ke tempat dimana fajar terlihat begitu cantik dan senja terlihat begitu anggun,”
            “Janji ya!”
            “Janji!”

d’ Day

            Sama seperti minggu-minggu sebelumnya, Singgih dan Willy menunggu fajar di pagi hari dan senja di sore hari.

            “Minggu depan, gue mau ngasih elo hadiah,” kata Singgih sebelum mengantar Willy ke lorong menuju kamarnya. “Dalam rangka apa?” tanya Willy, bingung. “Rahasia! Pokoknya gue pasti dateng khusus untuk kasih elo hadiah dan kejutan terindah. Nah udah malem, pulang dulu ya! Bye White Angel! Met istirahat dan have nice dream!” kata Singgih, saat tiba di lorong menuju kamar rawat Willy. Willy hanya tersenyum, tak sabar menunggu datangnya hari yang dijanjikan Singgih.

d’ Day

            Singgih datang dengan hati riang dan bahagia. Menunggu Willy di tempat biasa. Sepanjang hari Singgih menunggu dengan penuh harap dan cemas, namun Willy tak kunjung datang. Singgih memutuskan untuk mendatangi Willy di kamarnya.

             “Malam Tante, Om!” sapa Singgih sopan. “Singgih?!” tangis Mama Willy seraya memeluk Singgih. Singgih bingung luar biasa. Papa Willy menepuk pundak Singgih pelan dengan wajah sedih. Hati Singgih sakit luar biasa. Namun ia hanya dapat menangis dalam hati.

d’ Day

            “Nama gue Willy Sherrynatasya. Elo siapa?” sapaWilly pada seorang cowok yang sedang duduk dipinggir lapangan basket. Cowok itu mengacuhkan Willy dan kembali bermain bersama teman-temannya yang lain. Willy duduk sendiri menunggu cowok itu selesai bermain basket. “Mau elo apa sih?!” tanya cowok itu ketus. “Cuman mau kenalan aja sama elo! Enggak lebih kok!” jawab Willy polos. “Singgih,” kata cowok itu ketus. “Apa?!” tanya Willy bingung. “Nama gue Singgih! Udah kan kenalannya! Sekarang pulang sana!” jelas Singgih ketus. Willy tersenyum dan berjalan meninggalkan Singgih. Singgih heran bukan main. “Aneh!” kata Singgih kesal.

d’ Day

            Setelah hari itu Willy hampir setiap hari datang ke lapangan basket dengan membawa digital kamera. Willy memperhatikan setiap gerak-gerik Singgih dan teman-temannya yang sedang bermain dan sesekali memotret Singgih dan teman-temannya. Awalnya Singgih risih dan terus menerus bersikap kasar pada Willy. Namun Singgih merasa sedikit keterlaluan saat membentak Willy didepan banyak orang, hingga menangis dan akhirnya membiarkan Willy melakukan sesukanya.

            “Gue tau kalau elo orangnya baik!” kata Willy, sehari setelah Singgih meminta maaf. Singgih diam dengan muka juteknya. “Jangan jutek dong! Kalau di foto jadi jelek tau!” protes Willy, kesal. Singgih tersenyum namun terpaksa. “Gitu dong! Kan jadi keliatan gantengnya,” senyum Willy, memotret Singgih. “Gue kasih tau elo ya! Ini gue lakuin cuman untuk membayar semua kesalahan gue aja! Enggak lebih!” jelas Singgih, kesal. “Iya, gue tau kok! Gue tetep seneng meski elo sedikit merasa terpaksa. Karna gue bisa jadi deket sama elo dan gue akan buktiin ke elo kalau sikap elo akan berubah suatu saat nanti, cepat atau lambat,” kata Willy terus memotret Singgih. “Jangan terlalu yakin! Sikap gue ke elo enggak akan pernah berubah! Sampai kapan pun!” kata Singgih, meninggalkan Willy sendiri. Willy tersenyum penuh percaya diri.

d’ Day

            Semakin lama Singgih semakin terbiasa dengan kehadiran Willy yang menemani hari-harinya. Meski terkadang Singgih di buat kesal dan malu karna tingkah laku konyol Willy.

            “Konyol!” tawa Singgih membahana sepanjang koridor sekolah. Willy diam kesal. “Lain kali kalau mau duduk liat-liat dulu, catnya masih basah atau udah kering. Biar enggak malu-maluin dan ngorbanin jaket gue kayak gini!” ceramah Singgih. “Iya, maaf!” kata Willy pasrah. Sejenak mereka terdiam dan saling tatap, lalu keduanya tertawa mengingat kejadian memalukan tadi.

d’ Day

            “Will, elo tau enggak gimana rasanya jatuh cinta?” tanya Singgih, suatu hari. “Iya, gue tau. Rasanya aneh. Enggak bisa dijelasin dengan kata-kata. Tapi yang jelas elo rela melakukan apa aja demi dia, meskipun dia benci sama semua tingkah laku kita. Apa pun pasti kita lakukan asalkan dia deket sama kita. Setiap orang yang liat tingkah laku kita pasti bilang kita gila, kita enggak akan peduli dengan pendapat orang, selama kita bisa deket sama dia. Kalau dia seneng, kita juga pasti akan merasa seneng, meski pun sebenernya sakit,” jelas Willy panjang lebar. “Setuju! Dan elo tau enggak gue jatuh cinta sama siapa?!” tanya Singgih bersemangat. Willy hanya menggelengkan kepalanya. “Elo,” jawab Singgih singkat. Wajah Willy memerah. “Hahaha… gue cuman bercanda kok! Mana mungkin gue suka sama cewek ceroboh dan konyol kayak elo! Gue lagi suka sama Chacha, anak sekolah sebelah,” jelas Singgih saat melihat wajah Willy memerah. “Gue juga tau kali Gih!” kata Willy dengan senyum yang sedikit di paksakan. Singgih menatap matahari senja dengan hati yang riang dan senyum yang terus mengembang di wajahnya. Sedangkan Willy memandang wajah Singgih dengan senyum yang terpaksa. “Gue seneng kalau elo seneng, Gih! Karna cinta hanya tau satu orang yaitu elo dan cinta hanya tau satu rasa yaitu bahagia,” kata Willy dalam hati.

d’ Day

            Hari itu Singgih mencari Willy di setiap sudut sekolah, namun nihil hasil yang ia dapat. Sepulang sekolah ia berkunjung ke rumah Willy.

            “Will! Ada yang mau gue kasih tau ke elo!”
            “Gue juga, Gih!”
            “Kalau gitu elo duluan deh!”
            “Enggak apa! Elo aja yang duluan! Elo kan udah bela-belain dateng kesini, masa harus dengerin cerita gue sih!”
            “Ok kalau gitu! Gue punya kabar baik dan gembira!”
            “Apa?! Jangan buat gue pensaran dong!”
            “Gue…”
            “Apa?!”
            “Gue udah jadian sama Chacha!”
            “…..”
            “Kenapa Will, kok kayaknya elo sedih gitu sih?!”
            “Gue sedih?! Masa sih?! Yang ada malah gue seneng banget elo udah jadian sama Chacha. Selamet ya! Jangan lupa traktiranya!”
            “Sip! Trus elo mau cerita apa?”
            “Emangnya gue tadi mau cerita ya?!”
            “Iya! Dasar pikun!”
            “Duh gue lupa mau cerita apa! Lain kali aja deh!”
            “Elo tadi kenapa enggak masuk sekolah?”
            “Ada urusan keluarga aja, bentar ya! Elo lagi ganteng-gantengnya nih! Gue ambil kamera dulu ya! Sebentar!”

d’ Day

            Sebulan setelah hari itu, Willy dikabarkan pindah sekolah entah kemana. Aku terus mencarinya. Sampai akhirnya, enam tahun kemudian aku menemukannya duduk disebuah taman rumah sakit tempatku bekerja. Ia pasien ku dan aku baru tahu, Willy mengidap kanker otak hingga membuatnya lupa akan semuanya. Sakit hati ini. Aku baru sadar aku mencintainya setelah Willy pergi dari sisi ku. Dan sekarang saat aku menemukannya ia tak seceria dulu. Namun benar kata Willy, cinta rela melakukan apa saja demi orang yang dicintai meski semua orang menentangnya. Aku tak pernah peduli apa kata orang tentang aku yang mencintai orang yang lupa pada ku. Karna cinta hanya tahu satu orang dan cinta hanya tahu satu rasa. Sekarang saat aku putuskan untuk menjaganya seumur hidupku dan menerimanya apa adanya, sekali lagi ia pergi dari sisiku dan sekarang untuk selamanya. Kenapa hidupku harus di penuhi dengan penyesal yang terdalam seperti ini? Kalau saja dari awal aku menyadari perasaan Willy dan kalau saja dari awal aku sadar kalau yang ku butuhkan hanya Willy ada di sisiku, semua penyesalan ini tak kan pernah terjadi.

d’ Day

            Hari itu, Singgih mengambil keputusan yang terbesar dalam hidupnya. Keputusan yang awalnya ditentang kedua orangtuanya. Keputusan yang membuatnya percaya dan sadar bahwa yang ia cintai hanya Willy.

            Sore itu Singgih menunggu Willy di taman rumah sakit seperti biasa, namun hari ini berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Singgih berniat melamar Willy, gadis yang ia ingini sejak enam tahun yang lalu. Sekian lama ia menunggu Willy tak kunjung datang. Singgih memutuskan untuk menemui Willy dikamarnya. Saat tiba di depan kamar Willy, Mama Willy memeluk Singgih sambil menangis tersedu-sedu dan Papa Willy menepuk pelan pundak Singgih, sedih. Kotak cincin yang ia bawa untuk melamar Willy terjatuh. Singgih hanya bisa menangis dalam hati.
           
THE      END

No comments:

Post a Comment