Saturday, January 19, 2013

when it must end

Surat yang Terabaikan.
Kadang kita harus merasakan kehilangan baru menyadari arti sebuah pertemuan. Ada yang bilang kalau hati harus sakit baru benar-benar mencintai. Tapi kenapa harus menyakiti kalau mencintai? Ya, mungkin benar, orang yang paling kita cintai adalah orang yang paling sering menyakiti. Aku terpuruk dalam perasaan yang entah apa ini. Begitu banyak kata yang terangkai menjadi kalimat indah. Begitu banyak kejadian yang terjadi menjadi kenangan manis. Begitu banyak sayang yang tercipta menjadi rasa yang begitu terabaikan. Begitu banyak lagu yang terlantun menjadi bukti sakit itu nyata. Pantaskah aku masih menunggu dan menanti saat dia bahagia bersama yang lain? Tak pernah ku bayangkan begitu sulit untuk bangkit dalam keterpurukan ini. Begitu banyak kisah yang terjadi dalam hidup ku tapi aku masih bisa bangkit dan bertahan. Entah apa yang membuatnya berbeda. Kisah ini. Sayang ini. Tiap kisah memiliki cerita dan tempat tersendiri dalam hati tapi entah kenapa aku lelah. Aku berhenti mencari saat ia masih mencari. Proses. Kata orang ini sebuah proses tapi bagi ku ini perjalanan. Sejak pertama ku lihat dia, ku tau aku tak pernah pantas untuknya. Kami berbeda. Kita berbeda. Entah apa yang Tuhan rencanakan, Tuhan menghadirkan sayang yang teramat mendalam saat aku berhenti untuk percaya kalau aku pantas disayang. Begitu banyak sakit yang ada membuatku jera. Membuatku jenuh. Aku yang selalu sakit. Aku bosan menjadi yang terluka. Tapi dia berbeda. Ku lihat itu didalam matanya. Tapi aku takut. Aku takut terjatuh lagi. aku takut saat terjatuh nanti aku tak bisa sekuat sekarang. Aku takut. Tapi dia menjanjikan sesuatu yang sangat ku rindukan selama ini. Cinta dan sayang. Hal yang ku anggap bukan untuk ku dan tak perah menjadi milikku. Dia hadir membantuku menyusun kembali tiap serpihan hati yang selama ini ku biarkan berantakan. Dia dengan segala kekurangannya. Dia dengan segala kasih sayangnya perlahan membuatku kembali percaya. Dia yang tak pernah tau arti dirinya dan cintanya dalam hidupku. Dia hadir saat aku putus asa dengan hidupku. Dia.
Dia merubah segala kelam menjadi terang. Menyalakan tiap lampu dalam hati yang gelap dan sepi. Tapi aku tetap takut untuk mengakui aku jatuh cinta lagi. aku takut ini terlalu cepat dan aku salah. Dan aku tau akhir kisah ini. Pedih dan sedih untuk ku lagi. Bisa kah aku percayakan hati ini untuknya? Aku takut mengakuinya tapi aku juga terlalu takut kehilangannya. Aku salah. Dan ya aku salah. Aku menyakitinya lalu menyakiti diriku sendiri. Aku mencintainya. Aku menyanyanginya.
Pertengkaran batin mulai ku alami. Dan ya aku mulai mempertanyakan akan arti hadirnya.

2 Mei 2012. Puncak kejenuhanku. Aku tak sanggup menahan semua sakit dan takut ini. Cukup sudah aku mempertaruhkan segalanya demi cinta. Aku mau dia. Aku tak mau menyesal tanpa berjuang. Tolong pahami aku mau kamu sadari aku butuh kamu. Kamu yang nyaman dan kamu yang penuh misteri. Ku mohon.

8 Mei 2012. Ku tau terlalu cepat. Ku tau mungkin aku salah dan mungkin aku keliru. Bahkan sembrono. Ku terima semua tawaran dan janji indah. Surga yang ku impikan. Aku tau dan aku yakin. Siapkah aku terluka lagi karena cinta? Atau hanya ingin merasa pantas untuk menjadi yang disayang dan dikasihi? Oh Tuhan. Aku bersalah. Aku sungguh bersalah. Aku takut tapi aku sayang. Bodohnya aku menyakiti dia yang begitu menyayangiku. Aku sayang dia tapi aku takut aku salah. Aku takut menyakitinya lalu menyakitiku. Tiap hari bersamanya terasa indah tapi aku tetap takut. Aku takut ia tak bahagia. Aku takut hanya aku yang bahagia dan aku takut hanya aku yang merasakan semua ini.
Aku takut tapi kebahagian itu menutupi segalanya. Setiap detik kebersamaan dengannya membuatku percaya ia nyata atau hanya kenyataan yang sementara? Inikah jawaban atas doa yang ku pinta tiap saat? Atau hanya pembuktian bahwa aku juga pantas disayang? Dia tetap misteri bagiku. Ia melakukan segala yang ku pinta. Menemani tiap hari ku. Dan aku masih berpikir pantaskah aku setelah apa yang aku terima selama ini? Pantaskah aku bahagia yang biasanya aku bersedih? Bolehkah aku tertawa dimana aku selalu menangis? Banyangan perpisahan menyakitkan tergambar jelas saat baru akan memulai kisah baru yang menjanjikan kebahagiaan. Smua karena ketakutanku. Apakah ia mengerti? Aku tak mau tanpa dia. Dia hidupku. Dia nyawaku. Dia jiwaku.
Semakin aku nikmati kebersamaan dengannya semakin aku mengerti. Ya. Dia hidupku yang hilang. Tapi apakah ia rasa yang sama? Aku bahagia ia menemani semua hari ku. Tapi aku? Apakah ia juga begitu? Kata mereka aku terlalu cepat mengambil keputusan. Tapi bagi ku, aku hanya ingin bahagia saat bahagia itu menghampiri. Waktu pasti membenciku. Ia berlari bukan berjalan. Waktu tak ingin aku bahagia terlalu lama. Ragu mulai menghampiri. Sakit itu kembali. Setiap kekurangan yang ia miliki menyakitkan tapi aku bertahan bukan untuk meminta ia berubah tapi karena aku yakin ia bisa berubah bukan karena ku tapi karena ia mau. Tiap sakit itu semakin menyiksa. Ia mulai menjauh. Aku terpuruk lagi. Aku kehilangan duniaku. Aku menyakitinya. Lagi.
Aku tau kita gak pernah sama, kenapa harus dipaksa untuk jadi sama? Aku yang cengeng, kamu yang gampang marah. Aku yang plin-plan, kamu yang tegas. Aku yang bawel, kamu yang diam. Aku yang sangat terbuka, kamu yang sangat tertutup. Kita seperti siang dan malam. Aku siang dan kamu malamnya. Gimana bisa disatuin? Gak mungkin bisa disatuin. Gak akan ketemu jalan untuk bisa jadi satu apa pun yang kita coba lakuin. Tapi kenapa juga aku sayang kamu? Susah untuk aku bisa lepasin semua ketenangan malam kamu yang nyaman tapi kamu dengan gampangnya buat semua kebisingan siangku lenyap gitu aja. Andai aku juga bisa seperti kamu. Aku mau buat semua kenyamanan malammu hilang tapi semakin aku nikmati kehilangan itu semakin aku menrindukannya. Apa salahku? Apa aku terlalu jahat dimata kamu sampai kamu enggan melihat siang? Atau aku terlalu hina dimata kamu sampai kamu begitu jijik untuk berteman dengan siang? Aku yang tertatih dalam penantian panjang demi keyakinanku akan cinta dan sayang yang ku punya untukmu dan kamu yang bahagai dalam pencarian lama demi kesenanganmu. Kita berbeda. Sangat berbeda. Aku yang terlalu takut untuk mengakui semua sakit dan kehilangan ini. Aku yang terlalu lemah berjuang mempertahankan sayang ini. Aku yang terlalu sombong mengharapkan kamu tetap disini meski kenyataannya tak kan pernah sama. Aku yang terlalu picik memikirkan kamu dan hidupmu. Pantas kamu pergi mencari bahagiamu tanpa ku. Kamu yang gak pernah menoleh untuk mendengar. Kamu yang gak pernah berbalik untuk melihat. Kamu yang gak pernah berhenti untuk mengerti. Ya. Kamu yang tersayang. Dan ya, jika hanya kamu yang disayang. Bisa kah kamu berhenti untuk mengerti? Mau kah berbalik untuk melihat? Dapat kah menoleh untuk mendengar? Sebentar saja. Beri kesempatan untuk meyakinkan sayang itu tetap ada.
Tapi harapan ku hanya harapan kosong. Tak kan mungkin terjadi. Kamu disana bahagia dengan siapa pun dia dan aku tertatih sendiri disini. Bisa kah aku ikut bahagia? Ya. Aku bahagia tapi sakit itu tetap ada. Aku terpuruk. Tak bisa bangkit lagi. Entah kenapa, apa pun yang kamu lakukan sayang itu semakin melekat. Ku coba nikmati smua sendiri. Seperti dulu. Berjuang mempertahankan segalanya sendiri. Aku lemah. Memang. Aku tetap berjalan meski tak mau dan aku tertatih merakit langkah demi langkah. Bukan benci atau dendam yang ada. Hanya rindu dan sayang yang tulus. Lalu doa terbaik yang ku miliki untukmu. Tapi berartikah semua itu bagimu yang tak pernah peduli? Sadarkah kamu. Begitu banyak kisah lain menanti tapi aku terlalu lelah untuk mengukir kisah lain. Lagi. Aku lelah dan putus asa. Sayang ini tetap untukmu. Meski ku tau kamu tak kan pernah kembali. Apa pun usaha dan upayaku. Ku tau semua ini sia-sia. Ini hanya sekedar keyakinan ku yang tak kan pernah jadi nyata. Karena toh, memang sejak awal kamu tak pernah nyata. Kamu hanya khayalan semu ku. Kamu terlalu indah untuk ku yang terlalu hina. Ya. Benar begitu. Kamu tak pernah nyata bagiku. Kamu hanya imajinasi. Sayang, cinta dan kasih yang kamu berikan memang tak pernah pantas untuk seorang seperti ku. Aku hanya pemimpi yang terlalu takut.
Ya. Kamu bukan lah kenyataan bagiku. Kamu terlalu indah untuk jadi nyata.

No comments:

Post a Comment